Terkait Dugaan Pungli di SMAN Tugumulyo, Ketua Komite 'No Comment' dan 'Jangan Nekan Aku'


MURA - Adanya dugaan pungli di SMAN Tugumulyo Kabupaten Musi Rawas (Mura) memunculkan cerita baru. Dimana berdasarkan informasi, Ketua Komite mengadakan rapat dengan wali murid atau anggota komite lainnya, namun ia mengatakan 'no comment' saat dimintai keterangan terkait isi rapat dan melibatkan siapa saja, Rabu (27/10).

"Aku kira aku punya hak no comment," ujar Ketua Komite, Aan.

Kemudian, Aan mengatakan mohon untuk dukung dengan memberitakan yang baik-baik, karena hal tersebut menurutnya untuk kemajuan anak-anak.

"Kami mohon dukung beritakan dengan yang baik-baik, ini untuk kemajuan anak-anak kita," tuturnya.

Terkait iuran Rp.25 ribu per siswa, Aan mengungkapkan hal tersebut untuk cenderamata kepada guru yang diduga akan pensiun.

Namun, saat dimintai jawaban terkait Rp.25 ribu per siswa yang nominalnya bisa puluhan juta rupiah jika ditotal, Aan berkilah 'bisa-bisa kami dirapatkan dengan komite'.

"Apa dari hasil rapat kami yang kami putuskan untuk penghormatan kami selaku yang punya anak (sekolah) dsini, rasa terimakasih kami, anak kami dididik disini," ucapnya.

Menurutnya, ia telah merapatkan hal tersebut dengan komite. Sebelumnya, diakui salah seorang Ketua Kelas, pada rapat pertama pembahasan iuran dilakukan dengan mengundang para Ketua Kelas, tanpa adanya wali murid.

"Dengan itu apa yang jadi masalah?," kilah Aan.

Aan lalu menyangkal dengan bertanya balik 'siapa yang gak ngajak anggota komite'. Padahal, sebelumnya diakui wali murid yang juga anggota komite, ia merasa tidak dilibatkan dalan rapat yang terjadi tempo hari.

Entah apa yang dirasakan Aan, menghadapi pertanyaan dari media lantas ia menjawab 'jangan nekan aku'.

Lebih lanjut, ia mengatakan 'penyidik tunggal Indonesia ini Polri' saat dihadapi pertanyaan siapa saja yang hadir pada saat rapat pertama pembahasan iuran Rp.25 ribu untuk kenang-kenangan guru yang diduga akan pensiun.

"Jangan nekan aku, penyidik tunggal Indonesia ini Polri. Kamu jangan nekan aku, undang-undang apa yang bisa menekan aku memastikan terhadap kamu," kata Aan, saat diminta hak jawab siapa saja yang hadir saat rapat pertama pembahasan iuran.

Lantas, ia meminta media untuk bertanya yang bagus saja.

"Jangan nekan (saya) memastikan tetek bengek, jangan," pintanya.

Lalu, dengan berani Aan mengatakan kepada media 'kalau mau jadi preman jangan jadi media, gaya kamu kaya preman nekan aku apa?'.

"Yang ditanya merasa tertekan, yang bertanya tidak tertekan, aku yang tertekan. Kalau mau jadi preman jangan jadi media, profesional," cetusnya.

Menanggapi itu, salah satu aktivis muda Musi Rawas, Alam menyayangkan sikap Ketua Komite yang terkesan tertutup dengan berucap no comment terkait kegiatan rapat.

Lanjut, ia bertanya cinderamata seperti apa yang akan diberikan ke guru yang diduga akan pensiun, sehingga membutuhkan uang yang jika ditotal nominalnya diduga mencapai puluhan juta rupiah.

"Seperti apa cinderamata yang akan di berikan kepada guru yang diduga akan pensiun dengan iuran nominal itu?," tanya Alam.

Menurutnya, jika sekedar cenderamata semestinya sumbangan sukarela sudah cukup.

"Jangan di patok nominalnya, apalagi itu bisa mencapai puluhan juta rupiah," tegasnya.

Lebih lanjut, ia juga menyayangkan sikap Ketua Komite yang terkesan arogan dengan mengatakan 'kalau mau jadi preman jangan jadi media' hanya karena merasa tertekan atas pertanyaan media.

"Kan bisa jawab, kalaupun gak mau jawab pihak media kan tidak memaksa, kenapa harus keluar kalimat seperti itu, kalau benar kenapa seperti takut, apalagi merasa tertekan. Jika benar tak akan pernah merasa tertekan," tutupnya.

(Zul)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama